Belajar merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dan berperan penting dalam pembentukan pribadi dan perilaku individu. Nana Syaodih Sukmadinata (2005) menyebutkan bahwa sebagian terbesar perkembangan individu berlangsung melalui kegiatan belajar. Lantas, apa sesungguhnya belajar itu ?
Di bawah ini disampaikan tentang pengertian belajar dari para ahli :
- Moh. Surya (1997) : “belajar dapat diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh perubahan perilaku baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya”.
- Witherington (1952) : “belajar merupakan perubahan dalam kepribadian yang dimanifestasikan sebagai pola-pola respons yang baru berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan dan kecakapan”.
- Crow & Crow dan (1958) : “ belajar adalah diperolehnya kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan dan sikap baru”.
- Hilgard (1962) : “belajar adalah proses dimana suatu perilaku muncul perilaku muncul atau berubah karena adanya respons terhadap sesuatu situasi”
- Di Vesta dan Thompson (1970) : “ belajar adalah perubahan perilaku yang relatif menetap sebagai hasil dari pengalaman”.
- Gage & Berliner : “belajar adalah suatu proses perubahan perilaku yang yang muncul karena pengalaman”
Dari beberapa pengertian belajar tersebut diatas, kata kunci dari belajar adalah perubahan perilaku. Dalam hal ini, Moh Surya (1997) mengemukakan ciri-ciri dari perubahan perilaku, yaitu :
1. Perubahan yang disadari dan disengaja (intensional).
Perubahan perilaku yang terjadi merupakan usaha sadar dan disengaja dari individu yang bersangkutan. Begitu juga dengan hasil-hasilnya, individu yang bersangkutan menyadari bahwa dalam dirinya telah terjadi perubahan, misalnya pengetahuannya semakin bertambah atau keterampilannya semakin meningkat, dibandingkan sebelum dia mengikuti suatu proses belajar. Misalnya, seorang mahasiswa sedang belajar tentang psikologi pendidikan. Dia menyadari bahwa dia sedang berusaha mempelajari tentang Psikologi Pendidikan. Begitu juga, setelah belajar Psikologi Pendidikan dia menyadari bahwa dalam dirinya telah terjadi perubahan perilaku, dengan memperoleh sejumlah pengetahuan, sikap dan keterampilan yang berhubungan dengan Psikologi Pendidikan.
2. Perubahan yang berkesinambungan (kontinyu).
Bertambahnya pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki pada dasarnya merupakan kelanjutan dari pengetahuan dan keterampilan yang telah diperoleh sebelumnya. Begitu juga, pengetahuan, sikap dan keterampilan yang telah diperoleh itu, akan menjadi dasar bagi pengembangan pengetahuan, sikap dan keterampilan berikutnya. Misalnya, seorang mahasiswa telah belajar Psikologi Pendidikan tentang “Hakekat Belajar”. Ketika dia mengikuti perkuliahan “Strategi Belajar Mengajar”, maka pengetahuan, sikap dan keterampilannya tentang “Hakekat Belajar” akan dilanjutkan dan dapat dimanfaatkan dalam mengikuti perkuliahan “Strategi Belajar Mengajar”.
3. Perubahan yang fungsional.
Setiap perubahan perilaku yang terjadi dapat dimanfaatkan untuk kepentingan hidup individu yang bersangkutan, baik untuk kepentingan masa sekarang maupun masa mendatang. Contoh : seorang mahasiswa belajar tentang psikologi pendidikan, maka pengetahuan dan keterampilannya dalam psikologi pendidikan dapat dimanfaatkan untuk mempelajari dan mengembangkan perilaku dirinya sendiri maupun mempelajari dan mengembangkan perilaku para peserta didiknya kelak ketika dia menjadi guru.
4. Perubahan yang bersifat positif.
Perubahan perilaku yang terjadi bersifat normatif dan menujukkan ke arah kemajuan. Misalnya, seorang mahasiswa sebelum belajar tentang Psikologi Pendidikan menganggap bahwa dalam dalam Prose Belajar Mengajar tidak perlu mempertimbangkan perbedaan-perbedaan individual atau perkembangan perilaku dan pribadi peserta didiknya, namun setelah mengikuti pembelajaran Psikologi Pendidikan, dia memahami dan berkeinginan untuk menerapkan prinsip – prinsip perbedaan individual maupun prinsip-prinsip perkembangan individu jika dia kelak menjadi guru.
5. Perubahan yang bersifat aktif.
Untuk memperoleh perilaku baru, individu yang bersangkutan aktif berupaya melakukan perubahan. Misalnya, mahasiswa ingin memperoleh pengetahuan baru tentang psikologi pendidikan, maka mahasiswa tersebut aktif melakukan kegiatan membaca dan mengkaji buku-buku psikologi pendidikan, berdiskusi dengan teman tentang psikologi pendidikan dan sebagainya.
6. Perubahan yang bersifat pemanen.
Perubahan perilaku yang diperoleh dari proses belajar cenderung menetap dan menjadi bagian yang melekat dalam dirinya. Misalnya, mahasiswa belajar mengoperasikan komputer, maka penguasaan keterampilan mengoperasikan komputer tersebut akan menetap dan melekat dalam diri mahasiswa tersebut.
7. Perubahan yang bertujuan dan terarah.
Individu melakukan kegiatan belajar pasti ada tujuan yang ingin dicapai, baik tujuan jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang. Misalnya, seorang mahasiswa belajar psikologi pendidikan, tujuan yang ingin dicapai dalam panjang pendek mungkin dia ingin memperoleh pengetahuan, sikap dan keterampilan tentang psikologi pendidikan yang diwujudkan dalam bentuk kelulusan dengan memperoleh nilai A. Sedangkan tujuan jangka panjangnya dia ingin menjadi guru yang efektif dengan memiliki kompetensi yang memadai tentang Psikologi Pendidikan. Berbagai aktivitas dilakukan dan diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.
8. Perubahan perilaku secara keseluruhan.
Perubahan perilaku belajar bukan hanya sekedar memperoleh pengetahuan semata, tetapi termasuk memperoleh pula perubahan dalam sikap dan keterampilannya. Misalnya, mahasiswa belajar tentang “Teori-Teori Belajar”, disamping memperoleh informasi atau pengetahuan tentang “Teori-Teori Belajar”, dia juga memperoleh sikap tentang pentingnya seorang guru menguasai “Teori-Teori Belajar”. Begitu juga, dia memperoleh keterampilan dalam menerapkan “Teori-Teori Belajar”.
Menurut Gagne (Abin Syamsuddin Makmun, 2003), perubahan perilaku yang merupakan hasil belajar dapat berbentuk :
- Informasi verbal; yaitu penguasaan informasi dalam bentuk verbal, baik secara tertulis maupun tulisan, misalnya pemberian nama-nama terhadap suatu benda, definisi, dan sebagainya.
- Kecakapan intelektual; yaitu keterampilan individu dalam melakukan interaksi dengan lingkungannya dengan menggunakan simbol-simbol, misalnya: penggunaan simbol matematika. Termasuk dalam keterampilan intelektual adalah kecakapan dalam membedakan (discrimination), memahami konsep konkrit, konsep abstrak, aturan dan hukum. Ketrampilan ini sangat dibutuhkan dalam menghadapi pemecahan masalah.
- Strategi kognitif; kecakapan individu untuk melakukan pengendalian dan pengelolaan keseluruhan aktivitasnya. Dalam konteks proses pembelajaran, strategi kognitif yaitu kemampuan mengendalikan ingatan dan cara – cara berfikir agar terjadi aktivitas yang efektif. Kecakapan intelektual menitikberatkan pada hasil pembelajaran, sedangkan strategi kognitif lebih menekankan pada pada proses pemikiran.
- Sikap; yaitu hasil pembelajaran yang berupa kecakapan individu untuk memilih macam tindakan yang akan dilakukan. Dengan kata lain. Sikap adalah keadaan dalam diri individu yang akan memberikan kecenderungan vertindak dalam menghadapi suatu obyek atau peristiwa, didalamnya terdapat unsur pemikiran, perasaan yang menyertai pemikiran dan kesiapan untuk bertindak.
- Kecakapan motorik; ialah hasil belajar yang berupa kecakapan pergerakan yang dikontrol oleh otot dan fisik.
Sementara itu, Moh. Surya (1997) mengemukakan bahwa hasil belajar akan tampak dalam :
- Kebiasaan; seperti : peserta didik belajar bahasa berkali-kali menghindari kecenderungan penggunaan kata atau struktur yang keliru, sehingga akhirnya ia terbiasa dengan penggunaan bahasa secara baik dan benar.
- Keterampilan; seperti : menulis dan berolah raga yang meskipun sifatnya motorik, keterampilan-keterampilan itu memerlukan koordinasi gerak yang teliti dan kesadaran yang tinggi.
- Pengamatan; yakni proses menerima, menafsirkan, dan memberi arti rangsangan yang masuk melalui indera-indera secara obyektif sehingga peserta didik mampu mencapai pengertian yang benar.
- Berfikir asosiatif; yakni berfikir dengan cara mengasosiasikan sesuatu dengan lainnya dengan menggunakan daya ingat.
- Berfikir rasional dan kritis yakni menggunakan prinsip-prinsip dan dasar-dasar pengertian dalam menjawab pertanyaan kritis seperti “bagaimana” (how) dan “mengapa” (why).
- Sikap yakni kecenderungan yang relatif menetap untuk bereaksi dengan cara baik atau buruk terhadap orang atau barang tertentu sesuai dengan pengetahuan dan keyakinan.
- Inhibisi (menghindari hal yang mubazir).
- Apresiasi (menghargai karya-karya bermutu.
- Perilaku afektif yakni perilaku yang bersangkutan dengan perasaan takut, marah, sedih, gembira, kecewa, senang, benci, was-was dan sebagainya.
Gaya Belajar
Gaya belajar mengacu pada cara belajar yang lebih disukai pebelajar. Umumnya, dianggap bahwa gaya belajar seseorang berasal dari variabel kepribadian, termasuk susunan kognitif dan psikologis latar belakang sosio cultural, dan pengalaman pendidikan (Nunan, 1991: 168).
Penelitian tentang metode mengajar yang paling sesuai ternyata semuanya gagal, karena setiap metode mengajar bergantung pada cara atau gaya siswa belajar, pribadi serta kesanggupannya. Biasanya dicari metode mengajar yang paling sesuai dengan siswa “rata-rata” yang sebenarnya khayalan belaka.
Gaya belajar adalah kunci untuk mengembangkan kinerja dalam pekerjaan, di sekolah, dan dalam situasi-situasi antar pribadi. Ketika menyadari bahwa bagaimana seseorang menyerap dan mengolah informasi, belajar dan berkomunikasi menjadi sesuatu yang mudah dan menyenangkan.
Akhir – akhir ini timbul pikiran baru yakni bahwa mengajar itu harus memperhatikan gaya belajar atau “Learning Style” siswa, yaitu cara ia bereaksi dan menggunakan perangsang-perangsang yang diterimanya dalam proses belajar.
Para peneliti menemukan adanya berbagai gaya belajar pada siswa yang dapat digolongkan menurut kategori-kategori tertentu. Mereka berkesimpulan bahwa :
"Tiap murid belajar menurut cara sendiri yang kita sebut gaya belajar. Juga guru mempunyai gaya belajar masing-masing"
Kita dapat menemukan gaya belajar itu dengan instrument tertentu. Kesesuaian gaya mengajar dengan gaya belajar mempertinggi efektifitas belajar. Informasi tentang adanya gaya belajar yang berbeda-beda mempunyai pengaruh atas kurikulum, administrasi, dan proses mengajar belajar. Masalah ini sangat komplek, sulit, memakan waktu banyak, biaya yang sedikit, dan frustasi.
Secara umum, gaya belajar dapat dipetakan sebagai berikut:
1. Gaya Belajar Siswa pada Permulaan belajar (Field Dependence x Field independence)
a. Field dependence yaitu gaya belajar siswa yang mau memulai belajar apabila ada pengaruh atau perintah dari orang lain (orangtua/guru). Model gaya seperti ini berdampak pada kepatuhan terhadap perintah, atau akan melahirkan budaya otoriter.
b. Field independence yaitu gaya belajar yang dilakukan secara mandiri, tanpa harus dipaksa orang lain. Gaya otonom ini atas dasar kepuasan, kebutuhan dan kesadaran yang tinggi bahwa belajar merupakan kewajiban yang harus dilakukannya sendiri.
2. Gaya Belajar Siswa dalam Menerima Pelajaran
a. Gaya Belajar Preceptive yaitu kecenderungan siswa dalam menerima pelajaran/informasi atau mengumpulkan informasi dalam belajar dilakukan dengan beraturan sebab akibat.
b. Gaya belajar Receptive yaitu kecenderungan siswa dalam menerima pelajaran dilakukan dengan menerima informasi tanpa berusaha untuk membulatkan/mengorganisir konsep-konsep informasi yang diterimanya.
3. Gaya Belajar Siswa dalam Menyerap Pelajaran
a. Gaya Belajar Impulsif yaitu cara belajar siswa dalam menyerap pelajaran cenderung dengan cepat-cepat mengambil keputusan tanpa memikirkan secara mendalam untuk memahami konsep-konsep informasi yang telah diterimanya.
b. Gaya Belajar Reflektif yaitu cara belajar siswa dalam menyerap pelajaran melalui pertimbangan, memikirkan semua kosep informasi yang telah diterimanya terlebih dahulu sebelum mengambil keputusan/dipahami.
4. Gaya Belajar Siswa dalam Memecahkan Pelajaran
a. Gaya Belajar Intuitif yaitu cara siswa memecahkan masalah/menjawab pertanyaan dilakukan hanya secara intuisi atau menurut perasaan saja.
b. Gaya belajar Sistematis yaitu cara siswa mengerjakan pertanyaan dengan melihat struktur masalahnya, mengumpulkan bahan, dan menetapkan alternatif jawaban yang paling tepat untuk menjawab masalah.
Mengenal Jenis dan Gaya Belajar
Setiap orang pasti memiliki gaya belajar yang berbeda-beda. Gaya belajar merupakan kebiasaan yang dilakukan seseorang untuk memahami, menghayati, mempraktikkan ilmu yang dipelajari. Munculnya gaya belajar pada diri seseorang, karena dorongan potensi atau kemampuan yang dominan pada dirinya yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan, kebiasaan, serta ilmu pengetahuan dan teknologi.
a. Jenis Belajar
Gaya Belajar Anda Visual, Auditori, atau Kinestetik ?
Dalam buku Quantum Learning dipaparkan 3 modalitas belajar seseorang yaitu : “modalitas visual, auditori atau kinestetik (V-A-K). Walaupun masing2 dari kita belajar dengan menggunakan ketiga modlaitas ini pada tahapan tertentu, kebanyakan orang lebih cenderung pada salah satu di antara ketiganya”.
1. Visual (belajar dengan cara melihat)
Visual menurut Kamus Bahasa Indonesia yang berarti dapat dilihat dengan mata. Berarti gaya belajar visual merupakan gaya belajar dengan cara melihat.Lirikan keatas bila berbicara, berbicara dengan cepat. Bagi siswa yang bergaya belajar visual, yang memegang peranan penting adalah mata / penglihatan ( visual ), dalam hal ini metode pengajaran yang digunakan guru sebaiknya lebih banyak / dititikberatkan pada peragaan / media, ajak mereka ke obyek-obyek yang berkaitan dengan pelajaran tersebut, atau dengan cara menunjukkan alat peraganya langsung pada siswa atau menggambarkannya di papan tulis. Anak yang mempunyai gaya belajar visual harus melihat bahasa tubuh dan ekspresi muka gurunya untuk mengerti materi pelajaran. Mereka cenderung untuk duduk di depan agar dapat melihat dengan jelas. Mereka berpikir menggunakan gambar-gambar di otak mereka dan belajar lebih cepat dengan menggunakan tampilan-tampilan visual, seperti diagram, buku pelajaran bergambar, dan video. Di dalam kelas, anak visual lebih suka mencatat sampai detil-detilnya untuk mendapatkan informasi.
Ciri-ciri gaya belajar visual :
Ø Bicara agak cepat
Ø Mementingkan penampilan dalam berpakaian/presentasi
Ø Tidak mudah terganggu oleh keributan
Ø Mengingat yang dilihat, dari pada yang didengar
Ø Lebih suka membaca dari pada dibacakan
Ø Pembaca cepat dan tekun
Ø Seringkali mengetahui apa yang harus dikatakan, tapi tidak pandai memilih kata-kata
Ø Lebih suka melakukan demonstrasi dari pada pidato
Ø Lebih suka musik dari pada seni
Ø Mempunyai masalah untuk mengingat instruksi verbal kecuali jika ditulis, dan seringkali minta bantuan orang untuk mengulanginya
Strategi untuk mempermudah proses belajar anak visual :
1. Gunakan materi visual seperti, gambar-gambar, diagram dan peta.
2. Gunakan warna untuk menghilite hal-hal penting.
3. Ajak anak untuk membaca buku-buku berilustrasi.
4.Gunakan multi-media (contohnya: komputer dan video).
5. Ajak anak untuk mencoba mengilustrasikan ide-idenya ke dalam gambar.
2. Auditori (belajar dengan cara mendengar)
Auditorial berasal dari kata audio yang berarti sesuatu yang berhubungan dengan pendengaran. Gaya belajar auditorial merupakan gaya belajar dengan cara mendengar. Lirikan kekiri/kekanan mendatar bila berbicara, berbicara sedang2 saja. Siswa yang bertipe auditori mengandalkan kesuksesan belajarnya melalui telinga ( alat pendengarannya ), untuk itu maka guru sebaiknya harus memperhatikan siswanya hingga ke alat pendengarannya. Anak yang mempunyai gaya belajar auditori dapat belajar lebih cepat dengan menggunakan diskusi verbal dan mendengarkan apa yang guru katakan. Anak auditori dapat mencerna makna yang disampaikan melalui tone suara, pitch (tinggi rendahnya), kecepatan berbicara dan hal-hal auditori lainnya. Informasi tertulis terkadang mempunyai makna yang minim bagi anak auditori mendengarkannya. Anak-anak seperi ini biasanya dapat menghafal lebih cepat dengan membaca teks dengan keras dan mendengarkan kaset.
Ciri-ciri gaya belajar auditori :
Ø Saat bekerja suka bicara kepada diri sendiri
Ø Penampilan rapi
Ø Mudah terganggu oleh keributan
Ø Belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang didiskusikan dari pada yang dilihat
Ø Senang membaca dengan keras dan mendengarkan
Ø Menggerakkan bibir mereka dan mengucapkan tulisan di buku ketika membaca
Ø Biasanya ia pembicara yang fasih
Ø Lebih pandai mengeja dengan keras daripada menuliskannya
Ø Lebih suka gurauan lisan daripada membaca komik
Ø Mempunyai masalah dengan pekerjaan-pekerjaan yang melibatkan Visual
Ø Berbicara dalam irama yang terpola
Ø Dapat mengulangi kembali dan menirukan nada, berirama dan warna suara
Strategi untuk mempermudah proses belajar anak auditori :
1. Ajak anak untuk ikut berpartisipasi dalam diskusi baik di dalam kelas maupun di dalam keluarga.
2. Dorong anak untuk membaca materi pelajaran dengan keras.
3. Gunakan musik untuk mengajarkan anak.
4. Diskusikan ide dengan anak secara verbal.
5. Biarkan anak merekam materi pelajarannya ke dalam kaset dan dorong dia untuk mendengarkannya sebelum tidur.
3. Kinestetik (belajar dengan cara bergerak, bekerja dan menyentuh)
Kinestetik berasal dari kata kinetik berarti gerak. Berarti gaya belajar kinestetik adalah gaya belajar belajar dengan gaya bergerak, bekerja, dan menyentuh (praktek langsung).Lirikan kebawah bila berbicara, berbicara lebih lambat. Anak yang mempunyai gaya belajar kinestetik belajar melalui bergerak, menyentuh, dan melakukan. Anak seperti ini sulit untuk duduk diam berjam-jam karena keinginan mereka untuk beraktifitas dan eksplorasi sangatlah kuat. Siswa yang bergaya belajar ini belajarnya melalui gerak dan sentuhan.
Ciri-ciri gaya belajar kinestetik :
Ø Berbicara perlahan
Ø Penampilan rapi
Ø Tidak terlalu mudah terganggu dengan situasi keributan
Ø Belajar melalui memanipulasi dan praktek
Ø Menghafal dengan cara berjalan dan melihat
Ø Menggunakan jari sebagai petunjuk ketika membaca
Ø Merasa kesulitan untuk menulis tetapi hebat dalam bercerita
Ø Menyukai buku-buku dan mereka mencerminkan aksi dengan gerakan tubuh saat membaca
Ø Menyukai permainan yang menyibukkan
Ø Tidak dapat mengingat geografi, kecuali jika mereka memang pernah berada di tempat itu
Ø Menyentuh orang untuk mendapatkan perhatian mereka Menggunakan kata-kata yang mengandung aksi
Strategi untuk mempermudah proses belajar anak kinestetik:
1. Jangan paksakan anak untuk belajar sampai berjam-jam.
2. Ajak anak untuk belajar sambil mengeksplorasi lingkungannya (contohnya: ajak dia baca sambil bersepeda, gunakan obyek sesungguhnya untuk belajar konsep baru).
3. Izinkan anak untuk mengunyah permen karet pada saat belajar.
4. Gunakan warna terang untuk menghilite hal-hal penting dalam bacaan.
5. Izinkan anak untuk belajar sambil mendengarkan musik.
Gaya belajar dapat menentukan prestasi belajar anak. Jika diberikan strategi yang sesuai dengan gaya belajarnya, anak dapat berkembang dengan lebih baik. Gaya belajar otomatis tergantung dari orang yang belajar. Artinya, setiap orang mempunyai gaya belajar yang berbeda-beda. Bagaimana dengan gaya belajar Anda?
Menurut M. Gagne, seperti dalam karyanya “The Conditions of Learning”, jenis belajar dapat dikategorikan menjadi lima hal:
1. Belajar Informasi Verbal. Yaitu belajar untuk memperoleh pengatahuan yang dimiliki dengan bentuk bahasa lisan atau tulisan. Misalnya, melalui Cap Nama seperti; buku, majalah, tabloid, dll. dan melalui data/fakta seperti kenyataan yang tertulis dalam Dasar Negara Indonesia (Pancasila), UUD 45, GBHN, dst.
Kalau dihubungkan dengan teorinya Bloom, maka jenis belajar ini lebih mengarah pada pembentukan ingatan atau intelektual yang turut mempengaruhi cara pandang hidup seseorang. Informasi verbal mudah diterima/didapat melalui interaksi komunikasi dengan saluran-saluran yang tersedia seperti yang cakup di atas.
2. Belajar Kemahiran Intelektual. Yaitu kemampuan untuk berhubungan dengan lingkungan disekitarnya melalui saluran persep, konsep, kaidah dan prinsip. Persep ialah hasil mental dari pengamatan terhadap objek/benda. Konsep ialah satuan arti yang mewakili sejumlah benda/objek yang memiliki ciri-ciri yang sama. Kaidah ialah pengungkapan dari hubungan antara beberapa konsep. Prinsip ialah kombinasi dari beberapa kaidah, yang lebih tinggi dan lebih kompleks.
3. Belajar pengaturan kegiatan kognitif/intelektual. Yaitu kemampuan untuk mengatur kegiatan aktivitas inteleknya sendiri.
4. Belajar ketrampilan motorik. Yaitu belajar yang melibatkan keterampilan, serangkaian gerakan tubuh secara terpadu.
5. Belajar sikap. Yaitu belajar untuk melatih diri berperilaku/bersikap secara baik melalui pemahaman, penghayatan, dan pengamalan.
Gaya Belajar Menurut Model Kolb
Keanekaragaman gaya belajar siswa perlu diketahui pada awal permulaannya diterima pada suatu lembaga pendidikan yang akan ia jalani. Hal ini akan memudahkan bagi pebelajar untuk belajar maupun pembelajar untuk mengajar dalam proses pembelajaran. Pebelajar akan dapat belajar dengan baik dan hasil belajarnya baik, apabila ia mengerti gaya belajarnya. Hal tersebut memudahkan pembelajar dapat menerapkan pembelajaran dengan mudah dan tepat ( Kolb 1984 ).
Tanpa disadari dan direncanakan sebelumnya, setiap anak memiliki cara belajarnya sendiri. Mencoba mengenali “Gaya Belajar” anak, dan tentunya setelah guru mengenali “Gaya Belajar”nya sendiri, akan membuat proses belajar-mengajar jauh lebih efektif.
Dari sekian banyak teori atau temuan mengenai “Gaya Belajar”, dalam kesempatan ini kita akan membahas sebuah model yang dikemukakan oleh David Kolb (Styles of Learning Inventory, 1981).
David Kolb mengemukakan adanya empat kutub (a-d) kecenderungan seseorang dalam proses belajar, kutub-kutub tersebut antara lain:
a). Kutub Perasaan/FEELING (Concrete Experience)
Anak belajar melalui perasaan, dengan menekankan segi-segi pengalaman kongkret, lebih mementingkan relasi dengan sesama dan sensitivitas terhadap perasaan orang lain. Dalam proses belajar, anak cenderung lebih terbuka dan mampu beradaptasi terhadap perubahan yang dihadapinya.
b) Kutub Pemikiran/THINKING (Abstract Conceptualization)
Anak belajar melalui pemikiran dan lebih terfokus pada analisis logis dari ide-ide, perencanaan sistematis, dan pemahaman intelektual dari situasi atau perkara yang dihadapi. Dalam proses belajar, anak akan mengandalkan perencanaan sistematis serta mengembangkan teori dan ide untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya.
c) Kutub Pengamatan/WATCHING (Reflective Observation)
Anak belajar melalui pengamatan, penekanannya mengamati sebelum menilai, menyimak suatu perkara dari berbagai perspektif, dan selalu menyimak makna dari hal-hal yang diamati. Dalam proses belajar, anak akan menggunakan pikiran dan perasaannya untuk membentuk opini/pendapat.
d) Kutub Tindakan/DOING (Active Experimentation)
Anak belajar melalui tindakan, cenderung kuat dalam segi kemampuan melaksanakan tugas, berani mengambil resiko, dan mempengaruhi orang lain lewat perbuatannya. Dalam proses belajar, anak akan menghargai keberhasilannya dalam menyelesaikan pekerjaan, pengaruhnya pada orang lain, dan prestasinya.
Menurut Kolb, tidak ada individu yang gaya belajarnya secara mutlak didominasi oleh salah satu saja dari kutub tadi. Yang biasanya terjadi adalah kombinasi dari dua kutub dan membentuk satu kecenderungan atau orientasi belajar. Empat kutub di atas membentuk empat kombinasi gaya belajar.
Pada model di atas, empat kombinasi gaya belajar diwakili oleh angka 1 hingga 4, dengan penjelasan seperti di bawah ini:
1. Gaya Diverger
Kombinasi dari perasaan dan pengamatan (feeling and watching). Anak dengan tipe Diverger unggul dalam melihat situasi kongkret dari banyak sudut pandang yang berbeda. Pendekatannya pada setiap situasi adalah “mengamati” dan bukan “bertindak”. Anak seperti ini menyukai tugas belajar yang menuntutnya untuk menghasilkan ide-ide (brainstorming), biasanya juga menyukai isu budaya serta suka sekali mengumpulkan berbagai informasi.
2. Gaya Assimillator
Kombinasi dari berpikir dan mengamati (thinking and watching). Anak dengan tipe Assimilator memiliki kelebihan dalam memahami berbagai sajian informasi serta merangkumkannya dalam suatu format yang logis, singkat, dan jelas. Biasanya anak tipe ini kurang perhatian pada orang lain dan lebih menyukai ide serta konsep yang abstrak, mereka juga cenderung lebih teoritis.
3. Gaya Converger
Kombinasi dari berfikir dan berbuat (thinking and doing). Anak dengan tipe Converger unggul dalam menemukan fungsi praktis dari berbagai ide dan teori. Biasanya mereka punya kemampuan yang baik dalam pemecahan masalah dan pengambilan keputusan. Mereka juga cenderung lebih menyukai tugas-tugas teknis (aplikatif) daripada masalah sosial atau hubungan antar pribadi.
4. Gaya Accomodator.
Kombinasi dari perasaan dan tindakan (feeling and doing). Anak dengan tipe Accommodator memiliki kemampuan belajar yang baik dari hasil pengalaman nyata yang dilakukannya sendiri. Mereka suka membuat rencana dan melibatkan dirinya dalam berbagai pengalaman baru dan menantang. Mereka cenderung untuk bertindak berdasarkan intuisi / dorongan hati daripada berdasarkan analisa logis. Dalam usaha memecahkan masalah, mereka biasanya mempertimbangkan faktor manusia (untuk mendapatkan masukan / informasi) dibanding analisa teknis.
Menyimak berbagai gaya belajar di atas, sebagai guru perlu kiranya kita tetap sensitif terhadap strategi belajar kita sendiri, yang mungkin sama atau sama sekali berbeda dengan orientasi belajar peserta didik di kelas. Perbedaan itu dapat menimbulkan kesulitan dalam kegiatan belajar-mengajar (dalam interaksi, komunikasi, kerjasama, dan penilaian).
Jika mengajar kita pahami sebagai kesempatan membantu peserta didik untuk belajar, maka kita harus berusaha membantu mereka memahami “Style of Learning”nya, dengan tujuan meningkatkan segi-segi yang kuat dan memperbaiki sisi-sisi yang lemah dari padanya.
Model ini juga didasarkan atas psikologi Jung menurut model ini belajar berlangsung melalui empat fase atau tahap.
- Individu Memperoleh pengalaman langsung yang konkrit
- Kemudian ia mengmbangkan observasinya dan memikirkan atau merefleksikannya
- Dari itu dibentuk Generalisasi dan abstraksi
- Implikasi yang diambilnya dari konsep-konsep itu dijadikannya penerapan sebagai pegangannya dalam menghadapi pengalaman-pengalaman baru