Total Tayangan Halaman

Senin, 03 September 2012

untitled

Ya Rabb,...
Hamba datang padaMu dengan penuh kepasrahan, 

Ketika dihadapkan kepada pilihan terberat..

Rabb,...
Beri ketetapan hati untuk hamba..
Hati yang terbaik menurut pandanganMu..
Hati yang bukan saja menyejukkan dalam pandangan hamba ..
Tapi hati yang telah Engkau lihat sampai menembus relung kalbunya...

Allah yang Maha Kuasa,

Maha melihat masa depan,
Maha mengetahui yang akan terjadi
Engkau jua yang mengetahui keinginan terdalam hati hamba..

Ya Allah,...
Jika mendambanya adalah kesalahan..
dan merindunya adalah kekeliruan..
Tolong jangan biarkan hati ini terbuai dalam keindahan fatamorgana semu...

Jika kesempurnaannya bukan untuk hamba...
Tolong bawa jauh dari relung hati...
Hapuskan khayalan keindahan tentangnya
dan jangan biarkan hamba terlena dalam keindahannya...
Gantikan hamba dengan kesempurnaan yang sebenarnya untuk dia..

Namun,...
Jika kesempurnaan hamba adalah bersamanya..
Beri hamba kekuatan menentukan pilihan..
Beri hamba kesabaran dalam menjalani proses menggapainya..
Jika dia memang untuk hamba...
Jangan biarkan hamba menyerah & terpuruk dalam belenggu masa lalu............

Semoga Kau ridhoi kami untuk bersatu
Mengarungi sisa umur...
Menapaki jalan kearah Mu...
Dan melukis keindahan untuk dunia dan akhirat kami...

Ya Rabb..
Beri kami kesabaran yang penuh...
dalam melalui detik-detik waktu yang berjalan...

Aamiin...... ...

Minggu, 01 April 2012

untukmu saudaraku, murid terbaikku sepanjang masa, Adrian Ramadhan Rasyid


Adrian, sesedih apapun hati ini karena telah kau tinggalkan, aku masih bersyukur Allah masih memberikanku waktu untuk meneruskan hidup, paling tidak untuk memohon ampun atas dosa2ku sebelum aku menyusulmu, ketika melihatmu terbaring kaku diatas dipan, air mataku terus mengalir, bahkan ku tak mampu tuk mengucapkan apapun pada ayah dan ibumu...

aku hanya mampu menangis....



karena waktu itu aku rasa bumi tempatku berpijak runtuh, dan langit berubah gelap...


waktu itu aku terus berkata "gak mungkin itu kamu Ian, gak mungkin itu Ian kan?"


"kenapa bukan aku? kenapa harus dia Tuhan? kenapa Kau tidak adil?"

tapi teman2ku menyadarkanku, kalo cuma Allah SWT yang memiliki kuasa penuh untuk memberikan nafas bagi kehidupan atau untuk mengambilnya kembali...

dan aku akan sangat jahat terutama padamu dan diriku sendiri, bila menyia2kan apalagi membuang percuma waktu yang telah Ia berikan...

dan aku pun belajar darimu,
kematian adalah janji Allah yang pasti akan datang...

Qodarullah, ia datang kepadamu lebih cepat, dan aku harap ketika kematian datang kepadaku Allah akan mengizinkanku untuk meninggalkan ragaku dalam husnul khatimah...

aku tak bisa memberikanmu uang, mainan ataupun pelajaran seperti yang sering kuberikan dulu, karena hal2 tsb sudah tak berguna lagi untukmu,

tapi Ian, insya Allah seumur hidupku rasa sayang dan cinta dihatiku akan selalu ada untukmu, aku kan terus memohon dan berdo'a kepada Allah, Tuhanku Yang Maha Pengasih dan Penyayang, agar kelak kita bisa berkumpul, dan tersenyum di dalam surga-Nya... Amiin...

“Katakanlah : ‘Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.“ (QS. Al-Jumu’ah [62]: 8)





Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan. (QS Al Anbiya`:35)



Sabtu, 24 Maret 2012

renungan malam....

kita seringkali mengeluh dan kufur atas nikmat yang Allah berikan kepada kita; "MAKAN PAKE INI GAK ENAK" "PAKE HP INI KURANG GAUL", "LAPTOP INI UDAH KETINGGALAN ZAMAN" "PAKE BAJU INI KURANG MATCHING, "PAKE MOBIL INI KURANG PUAS", sementara diluar sana banyak orang yang terus memohon dan berusaha agar tetap hidup, hanya untuk tetap bisa bertahan hidup!! lihatlah orang yang dibawahmu dan jangan lihat orang yang diatasmu, hal itu lebih baik sehingga engkau tidak menyepelekan nikmat Allah (HR Muslim) Kenikmatan yang Allah telah berikan kepada kita semua sungguh sangat luar biasa, dan sesungguhnya apabila lautan yang terhampar luas dijadikan tinta untuk menghitung nikmat Allah tentunya tidak akan mampu untuk menghitung banyaknya nikmat Allah yang telah diberikan kepada kita semua, ketika kita berbicara tentang pernafasan kita, seandainya kita tidak dapat bernafas dan memerlukan alat bantu pernafasan atau semacam Oxican yang harganya berkisar Rp.21.500/Botol dan digunakan sekali pakai setara 2,5 Menit, tentunya kalau kita hitung sehari saja habis Rp.216.000 seandainya alat itu kita gunakan dari lahir tentunya kalau kita kaliakan dengan berapa banyak Umur kita sekarang mungkin kita akan tercengngang melihat hasilnya karena terlalu banyak sekali, dan ini / pernafasan kita ini Allah telah memberikanya gratis kepada kita, apakah wajar kalau Allah meminta kita untuk bersukur kepada-Nya ? dan tentunya sangat wajar sekali, itu baru sekedar pernafasan yang kita bicarakan, kita belum membicarakan Bagaimana kenikmatan mata kita ? kenikmatan telingga, alat peraba kita, Umur kita dan masih banyak kenikmatan yang Allah berikan kepada kita semua, dan itu Allah berikan kepada kita semua dengan Gratis, sekali lagi itu gratis dan Allah hanya meminta kita untuk bersukur dengan cara beribadah kepada-Nya, dan itu wajar sekali karena kita adalah ciptaanya. "fabiayyi alai rabbikuma tukadziban" (Maka ni'mat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?) "Sungguh kamu pasti akan ditanya pada hari itu akan nikmat yang kamu peroleh saat ini" (Q.S At Takatsur 102: 8)

untukmu Bapak

Pak, Kau adalah orang yang ku sayangi sampai kapanpun, dulu sewaktu ku kecil kau sering mengendongku, melindungiku dari teman-teman yang nakal, membacakan ku cerita dongeng, mengajari aku membaca, mengajariku cara mengendarai sepeda dan memberikanku apapun yang ku minta (meski nggak waktu itu juga kau langsung berikan) sewaktu aku kecil sosokmu sangat gagah, bahumu tegap, rambutmu hitam legam.... ketika aku tumbuh dewasa meskipun rambut dan jenggotmu mulai memutih dan bahumu tak lagi tegap, dan gurat keriput sudah mulai terlihat jelas di wajahmu, tapi engkau masih mampu mencukupi segala kebutuhanku, masih bisa kau banting tulang untuk menafkahiku, masih jadi pendengar setia atas semua celotehanku, menyekolahkanku sampai setinggi ini, padahal engkaupun belum tentu bisa merasakan bangku sekolah yang ku duduki sekarang, semua yang telah kau lakukan dan kuberikan untukku membuatku merasa bersyukur karena telah dilahirkan sebagai anakmu, aku sangat bersyukur kau masih ada disampingku, dengan senyum yang selalu kau berikan, senyum yang terasa lebih hangat dari sinar matahari pagi... meskipun aku telah dewasa, kau tetap saja memperlakukan aku seperti anak kecil, selalu mengkritik caraku mengendarai motor yang kau anggap "seradak seruduk" mengomeliku bila aku ceroboh, menasihatiku bila aku berbuat salah, medisiplinkan aku ketika aku lalai dan malas dan selalu bilang kalau Allah menyayangimu Na... Bapak, taukah engkau? menurutku Allah menyayangiku karena satu alasan... karena engkau.... karena kasih dan sayangmu yang tulus kepadaku Pak, karena do'amu untukku ketika engkau mengadahkan kedua tanganmu kepada-Nya, karena tangis yang kudengar ketika kau shalat malam diatas sejadahmu, semua itu karenamu, karena tangis dalam shalat yang selalu kau dirikan ketika keajaiban berulangkali datang menyelamatkanku... Bapak, meskipun tak mungkin ku berikan dunia ini dan seisinya hanya untukmu, aku selalu minta kepada Allah yang Maha Pengasih lagi maha Penyayang agar Dia selalu menyayangimu, menjagamu, dan menjadikan aku sebagai anak yang berbakti kepadamu, agar ketika kelak jika kita bertemu dihadapan-Nya, aku menjadi penebus atas semua dosamu, dan mempersembahkan surga untukmu... aku janji Pak, aku tahu aku telah melakukan banyak kesalahan, aku gak akan nakal lagi... aku janji, aku akan selalu berusaha untuk jadi anak perempuan yang terbaik, untukmu, untuk ibu... Tak akan ku khianati cinta dan kepercayaanmu, aku sayang Bapak... Terima Kasih ya Allah. . . Bapak, you are the greatest gift I ever had from Allah...

Rabu, 30 November 2011

assessment

PRINCIPLES of assessing children’s language learning a. Assesment should be seen frrom a learning-centred perspective b. Assessment should support learning and teching If learning is our central concern, then, in all ideal world, assessment should contribute to the learning process, for both an individual child and for the class. From the three examples in the first secsion of the impact of assessment, we caan see that, even when a supportive relationship between assessment and teaching/learnign is attended, social realities can rapidly push the relationship into something quite different. In order to be more in control of the relationship between assessment and learning, teachers need to have a clear understanding of language learing processess and of the socio-cultural context in which they operate. They can predict the impact of assessment on their teaching and plan accordingly. If the picture of language learning can be communicated to learners and their parents, then it may also help parents to understand what assessment can tell them and what its limits are. c. Assessment is more than testing A skilled teachers continuosly assesses pupils’ learning through what they notices and how they interpret these observation This is a summary of the paper I gave at the Amazing Young Minds conference in the first part of the session, I raised some issues about assessing young learners and see how they fit into people’s perceptions and experiences of teaching young learners in different countries. In the second, we looked at some of the techniques of assessment that have been experimented with around the world to see if they offered some good ideas for development. Definitions and examples Assessment is a wider concept than ‘testing’ and a different thing from Evaluation. For me the following definition works well: ‘Any systematic way of finding out about learners’ level of knowledge or skills’ Systematic ways can include the following: •Observation and systematic record-keeping of learners during everyday normal learning activities •collection and scrutiny of children’s course wo rk •possible special ‘set-piece’ events such as pencil and paper tests. Assessment can be for a number of different purposes •formative purposes (directed towards helping you to adjust your own teaching to support the learners better, or towards advising learners how to adjust their own approaches) and this would take place throughout a course of teaching. and/or •summative purposes – to see how well learners have done at the end of a period of teaching. The results of summative assessment are often used to affect learners’ chances (selection or rejection for the next stage of learning, deciding who’s ‘top’, a report to the children’s next teacher/school). Different assessment ‘cultures’ Different societies seem to vary in their practices and attitudes towards basic issues such as who receives the results of assessment and how they are reported. Some of the variations I have found are summarised in the list below. WHO GETS AND USES ASSESSMENT RESULTS? •Nobody except the teacher •The teacher and the school administration •The teacher, the school administration and the education authorities •The parents? •The children Different teaching cultures also vary over what is considered to be success in an assessment ‘event’. Number 1, in the list below, The ‘ipsistic’/ ‘good for that child compared with his or her previous performance’ judgement is one that we may all be familiar with when writing a verbal report on a child, but in some cultures this is ‘translated’ also into a letter or numerical grade. So for example child 1 who has struggled and produced medium quality work after heroic efforts might in some cultures be awarded an ‘A’ whereas his or her companion who is perceived as being able to achieve good standards effortlessly might be given a punitive ‘B’ for work at the same or slightly higher standard. If this offends you it means that you do not share the values of this particular assessment culture. Many assessment cultures are still interested in who is ‘top’ as in number 3. Sadly for most parents who care deeply where their child figures on this particular ladder of success, we know that not everyone can be ‘top’. Number 2, in which everyone can gain praise and receive a good grade provided that they meet certain criteria, seems healthier for the children themselves and more likely to focus teachers’ efforts on getting everyone ‘there’. The criteria themselves can provide useful guidance as to what is to be taught, whereas in the raw world of no. 3 it is easy to lose sight of what it is important to teach, because one way or another someone is always going to be ‘top’ whether or not they are being asked to do anything worthwhile. WHAT IS A ‘GOOD’ RESULT? 1. Good for that child, compared with past performance, perceived ability [‘Ipsistic’] 2. Good because the child has met the required criteria 3. Good because the child has ‘done better’ than others 4. Good because the teacher’s description of his/her performance has brought out special strengths as well as areas of need and difficulty Some other big issues Transparency If summative assessment results are being used to influence children’s chances (e.g. when they change schools) it is of course vital that they should be based on good evidence. Not only that, they need to be seen to be based on good evidence (parents, authorities) in the principle of transparency. This means that to be safe, theassessment needs to be traceable/visible. This might suggest ‘pencil and paper’ testing, but not necessarily. Less intrusive informal methods of assessment have many advantages but they are inherently less transparent, and the danger of biased judgements or perception of bias is one always to be aware of. So, the burning issue is: how to ensure that less formalized methods of assessment are As transparent as possible? Compatibility Compatibility with assessment in other parts of the school curriculum. Assessment procedures used for school English need to be recognisable or at least not too exotic compared with those for other curriculum subjects. However, language proficiency is a complicated construct. It involves an element of knowledge, but is strongly connected with the ability to operate a variety of complex skills. That means that the most appropriate means of assessing language in children may also be somewhat unfamiliar to teachers and children used to the ‘handling bits of knowledge’ model of assessment that might exist in other curriculum areas. Feasibility Assessment procedures need to be do-able in reasonable amounts of time that do not interfere with teaching too greatly and in ways that do not take up too much of the teacher’s precious time to devise or to analyse. There are documented cases of countries in which following the ‘normal’ procedure of testing once a week (see ‘compatibility’ above) has halted teaching to the extent that progress through textbooks has taken more than twice as long as intended. Child-friendliness This isa crucial area. Procedures that are well known for older learners are not all suitable for younger ones. There is much work left to be done in the field of finding imaginative and possibly even playful ways of allowing children to show what they can do. The serial mystery story of the ‘Missing Elephant’ used in Norway and described in the article by Hasselgren is a very good example of the type of thing that can be achieved. I have recently also heard of ingenious role plays involving children being given the chance to produce known chunks of language in new contexts in response to a teacher playing one of the roles, for example Winnie the Witch is showing the child guest round her castle to elicit comments from the child on the rooms. Adults’ versus children’s perceptions of assessment We all need to feel competent and to be self-determined – to feel that we can make choices. It is important also to see success and failure from a child’s point of view. It is not just a question of a ‘good’ result increasing motivation but of the way in which the children are enabled to see that the results are actually linkable to actions on their part rather than just ‘luck’ or the teacher’s whim. The work by Deci and Ryan on attributions of success or failure is important in this area success – attributed to good luck, and the fact that the task is ‘too easy’, (bad for self-esteem) – attributed to hard work and a systematic approach (good for selfesteem) failure – attributed to lack of preparation, task being too difficult, being badly taught (self- valuing reasons) – attributed to bad luck, being ‘slow’/dyslexic, being bad at... (selfdevaluing reasons) Deci and Ryan claim that it is very difficult to motivate children if they have no control over the outcome, and they will go to many lengths to avoid the activity. Technical details of assessment procedures Many EYL teachers especially ‘new’ ones are very unclear about the technical side of assessment. During the session we looked at several simply remedied ‘bad’ testing items. For example, the very popular matching task [pictures to words, first halves of sentences to their completions] can be answered by elimination once the child is sure of one or two answers. It also ‘forces’ results which are either mostly right or disastrously wrong since a mistake, once made will be compounded as future choices are limited by it. Assessment and Evaluation Administrators who want to evaluate a Young Learner’s programme are often looking for ‘objective’ proofs of the benefits of the enterprise. There is a tendency to see assessment results as the ‘best’ kind of evidence, and to pay less attention to other instruments such as observation or interview data with children and teachers. Tests linked with Evaluation programmes can come with the danger of the ‘glass ceiling’ effect. Some that I have seen are so unchallenging that most pupils are scoring high. This may seem good news in a climate of anxiety to demonstrate success, but if such tests do not allow the full range of achievement to show itself precious information is being lost. The effects of international exams for Young Learners Parents are also keen for evidence of achievement but also possibly avid for trophies of success. It is important for responsible exam providers to steer the difficult path between this and creating exams which are demotivating because they discriminate too strictly. A very important issue is that exams have exam syllabuses and these can have very strong effects not only on the teaching of Young Learners but possibly on the contents of future published materials. We need to ask how the exam boards arrived at their syllabuses in the first place. A major source in at least one case was existing YL textbooks. There seems to be the danger of a ‘closed and possibly vicious circle’ here. Examples were show during the talk and many of them were drawn from publications listed in the following reading list. ASSESSMENT OF YOUNG LEARNERS Suggested reading list of sources Collections of articles and papers 1. Allen, D. (ed.) (1995) Entry Points – papers from a Symposium of the Research, Testing and Young Learners Special Interest Groups Cambridge 17th – 18th March 1995 Whitstable, IATEFL. 2. Clapham, C. and Corson, D. (eds.) (1997) Encyclopedia of Language and Education Volume 7, Language Testing and Assessment, Dordrecht. The Netherlands, Kluwer Academic Publishers. 3. Rea-Dickins, P. (ed.) (2000) Language Testing Volume 17 no 2, special issue, Assessing Young Language Learners. 4. Rixon, S. (ed.) (1999) Young Learners of English: some research perspectives Harlow, Longman. Specially recommended single papers and chapters Cameron, L. (2001) Assessment and Language Learning in Cameron, L. Teaching Languages to Young Learners, Cambridge, Cambridge University Press. Deci, E. L., and Ryan R. M. (1985) Instrinsic Motivation and Self-Determination n Human Behaviour NY: Plenum Press. Hasselgren, A. (2000) The Assessment of the English Ability of Young Learners in Norwegian Schools: an innovative approach in Rea-Dickins (ed.) (2000). Johnstone, R. (2000) Context-sensitive Assessment of Foreign Language in Primary (Elementary) and early Secondary Education: Scotland and the European Experience in Rea-Dickins (ed.) (2000). Rea-Dickins, P and Rixon, S, 1997, The Assessment of Young Learners of English as a Foreign Language in Clapham, C and Corson, D (eds.) pp. 151–161. Rea-Dickins, P. and Rixon, S. (1999) The Assessment of Young Learners: reasons and means in Rixon (ed.). Rea-Dickins, P. and Gardner, S. (2000) Snares and Silver Bullets: Disentangling the Construct of Formative Assessment in Rea-Dickins (ed.) (2000). Smith, K. (1995) Assessing and Testing Young Learners: Can we? Should we? in Allen, D. (ed.) pp. 1–10. Smith, K. (2002) Learner Portfolios English Teaching Professional, Issue 22, January 2002. http://www.eltforum.com/forum/pdfs/assessment_ylearners.pdf

dictionary

Dictionary Asalamu Alaikum Please feel free to share this page on any website. We encourage the spreading of knowledge bi’idhnillahi wa ta’ala. Barak Allahu Feekum Every Muslim should remember these essential expressions. Note: Spellings may vary when translated to English These expressions are mostly singular. For example to say ‘Jazak(i) Allahu Khair” to more than one person you would ‘Jazakum Allahu Khairan’ and to say ‘Barak Allahu feek(i)” to more than one person is “Barak Allahu Feekum” e.g. Masculine: Jazak Allahu Khair Feminine: Jazaki Allahu Khair Plural: Jazakum Allahu Khair It is fine to speak in the masculine tense when speaking to women formally. Say/When/Translation Assalamu ‘Alaikum when you meet a muslim Translation: Peace be upon you Wa’alaikum Assalam a Muslim greets you Translation: And peace be upon you Assalamu ‘alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh formal and great greeting to a Muslim Translation: May the peace, mercy, and blessings of Allah be upon you Wa’alaikum assalam wa rahmatullahi wa barakatuh a Muslim greets you Translation: And peace and mercy and blessings of Allah be upon you Hiyyak Allah When greeting someone after Salaams Translation: May Allah greet you (lit. May Allah preserve your life) Bismillah arRahman arRahim before making a beginning Translation: In the name of Allah, most Gracious most Merciful Jazak Allah Khairan for expression of thanks Translation: May Allah reward you with blessings (Reply: Wa iyak(i), wa iyakum; Trans. And you) BarakAllahu feekum or Allah baraka feek(i) responding to someone’s thanks/ a way of expressing thanks Translation: May Allah bless you (Reply: Wa feek(i), Wa feekum; Trans.: And you) Fi Amanillah by way of saying good-bye Translation: May Allah protect you Subhanallah for praising something Translation: Glory be to Allah Insha Allah for expressing a desire to do something Translation: If Allah wills/Through Allah’s will Astaghfirullah Repenting for sins before Allah I beg Allah for forgiveness Masha Allah for expressing appreciation of something good Translation: As Allah has willed/Praise be to Allah Alhamdulillah for showing gratitude to Allah after success or even after completing anything Translation: Thanks be to Allah Ameen the end of a Dua or prayer Translation: May it be so Sallahu ‘alayhi wa salaam whenever say the name of Prophet Muhammad Translation: Peace be upon him (S.A.W.) ‘Alayhi salaam whenever say the name of a prophet Translation: Peace be upon him (A.S.) Radi Allah ‘Anhu whenever say name of male companion of the Prophet (Sahabi) Translation: May Allah be pleased with him (R.A.) Radi Allah ‘Anha whenever say name of female companion of the Prophet Translation: May Allah be pleased with her (R.A.) Radi Allah ‘Anhum Plural form of saying companions of the Prophet Translation: May Allah be pleased with them (R.A.) Innaa lillaahi wa innaa ilayhi raaji’oon this is uttered as an expression upon hearing the news of some loss or some one’s death Translation: To Allah we belong and to Him is our return aathama allahu ajrakom uttered to family of deceased Translation: may Allah make your ajer (reward) great Shakar Allahu Sa’yikum uttered to people who attend aaza – when friends go to send condolences upon death of a person Translation: May Allah accept that your effort La hawla wala quwata illah billah during the time of troubles Translation: There is no strength nor power except Allah _________________ A few more: Tawakkal-tu-’ala-Allah- I have put my trust in Allah-rely on Allah solving a problem Tawkkalna-’ala-Allah – we have put our trust in Allah – waiting for a problem to be solved Rahimahullah – Allah have Mercy on him – you see someone in distress Na’uzhu-bi-Allah - we seek refuge in Allah – showing your dislike Fi sabeel illah – in/for Allah’s cause/way – you give charity/help people Ittaqillah-fear Allah- you see someone doing a bad deed Hayyak Allah - Allah maintain your life – you greet someone Hasbi Allah – Allah will suffice me – you are in a difficult situation Azhak Allah sinnaka - May Allah keep you cheerful – you seek another Muslim with cheerful countenance ____________________ A AL-HAMDU LILLAHI RABBIL ‘ALAMIN This is a verse from the Qur’an that Muslims recite and say many times per day. Other than being recited daily during prayers, a Muslim reads this expression in every activity of his daily life. The meaning of it is: “Praise be to Allah, the Lord of the worlds.” A Muslim invokes the praises of Allah before he does his daily work; and when he finishes, he thanks Allah for His favors. A Muslim is grateful to Allah for all His blessings. It is a statement of thanks, appreciation, and gratitude from the creature to his Creator. ALLAHU AKBAR This statement is said by Muslims numerous times. During the call for prayer, during prayer, when they are happy, and wish to express their approval of what they hear, when they slaughter an animal, and when they want to praise a speaker, Muslims do say this expression of Allahu Akbar. Actually it is most said expression in the world. It’s meaning: “Allah is the Greatest.” Muslims praise Allah in every aspect of life; and as such they say Allahu Akbar. ASSALAMU ALAIKUM This is an expression Muslims say whenever they meet one another. It is a statement of greeting with peace. The meaning of it is: “Peace be upon you.” Muslims try to establish peace on earth even through the friendly relation of greeting and meeting one another. The other forms are: “Assalamu ‘Alalikum Wa Rahmatullah,” which means:”May the peace and the Mercy of Allah be upon you,” and “Assalamu Alalikum Wa Rahmatullahi Wa Barakatuh,” which means:”May the peace, the mercy, and the blessings of Allah be upon you.” ASTAGHFIRULLAH This is an expression used by a Muslim when he wants to ask Allah forgiveness. The meaning of it is: “I ask Allah forgiveness.” A Muslim says this phrase many times, even when he is talking to another person. When a Muslim abstains from doing wrong, or even when he wants to prove that he is innocent of an incident he uses this expression. After every Salah (payer), a Muslim says this statement three times. A’UDHU BILLAHI MINASHAYTAN IRAJEEM This is an expression and a statement that Muslims have to recite before reading to Qur’an, before speaking, before doing any work, before making a supplication, before taking ablution, before entering the wash room, and before doing many other daily activities. The meaning of this phrase is: “I seek refuge from Allah from the outcast Satan.” Allah is the Arabic name of God. Satan is the source of evil and he always tries to misguide and mislead people. The Qur’an states that Satan is not an angel but a member of the Jinn, which are spiritual beings created by Allah. So the belief that Satan is a fallen angel is rejected in Islam. B BARAKALLAH This is an expression, which means: “May the blessings of Allah (be upon you).” When a Muslim wants to thank to another person, he uses different statements to express his thanks, appreciation, and gratitude. One of them is to say “Baraka Allah.” BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM This is a phrase from the Qur’an that is recited before reading the Qur’an. It is to be read immediately after one reads the phrase: “A’uzu Billahi Minashaitanir Rajim.” This phrase is also recited before doing any daily activity. The meaning of it is: “In the name of Allah, the Most Beneficent, the Most Merciful.” I IN SHA’ ALLAH When a person wishes to plan for the future, when he promises, when he makes resolutions, and when he makes a pledge, he makes them with permission and the will of Allah. For this reason, a Muslim uses the Qur’anic instructions by saying “In Sha ‘ Allah.” The meaning of this statement is: “If Allah wills.” Muslims are to strive hard and to put their trusts with Allah. They leave the results in the hands of Allah. INNA LILLAHI WA INNA ILAHI RAJI’UN When a Muslim is struck with a calamity, when he loses one of his loved ones, or when he has gone bankrupt, he should be patient and say this statement, the meaning of which is: “We are from Allah and to whom we are returning.” Muslims believe that Allah is the One who gives and it is He takes away. He is testing us. Hence, a Muslim submits himself to Allah. He is grateful and thankful to Allah for whatever he gets. On the other hand, he is patient and says this expression in times of turmoil and calamity. J JAZAKALLAHU KHAYRAN This is a statement of thanks and appreciation to be said to the person who does a favor. Instead of saying “thanks” (Shukran), the Islamic statement of thanks is to say this phrase. It’s meaning is: ” May Allah reward you for the good.” It is understood that human beings can’t repay one another enough. Hence, it is better to request Almighty Allah to reward the person who did a favor and to give him the best. K KALAM Talk or speech as in “kalamu Allah”; has also been used through the ages to mean logic or philosophy. L LA HAWLA WA LA QUWWATA ILLA BILLAH The meaning of this expression is: ” There is no power and no strength save in Allah.” This expression is read by a Muslim when he is struck by a calamity, or is taken over by a situation beyond his control. A Muslim puts his trust in the hands of Allah, and submits himself to Allah. LA ILAHA ILLALLAH This expression is the most important one in Islam. It is the creed that every person has to say to be considered a Muslim. It is part of the first pillar of Islam. The meaning of which is: ” There is no lord worthy of worship except Allah.” The second part of this first pillar is to say: “Mohammedan Rasul Allah,” which means:”Muhammad is the messenger of Allah.” M MA SHA’ ALLAH This is an expression that Muslims say whenever they are excited and surprised. When they wish to express their happiness, they use such an expression. The meaning of “Ma sha’ Allah” is: “Whatever Allah wants.” or “Whatever Allah wants to give, He gives.” This means that whenever Allah gives something good to someone, blesses him, honors him, and opens the door of success in business, a Muslim says this statement of “Ma Sha’ Allah.” It has become a tradition that whenever a person constructs a building, a house, or an office, he puts a plaque on the wall or the entrance with this statement. It is a sign of thanks and appreciation from the person to Almighty Allah for whatever he was blessed with. MUHAMMADUN RASULULLAH This statement is the second part of the first pillar of Islam. The meaning of this part is that Prophet Muhammad is the last and final prophet and messenger of Allah to mankind. He is the culmination, summation, purification of the previous prophets of Allah to humanity. P P.B.U.H. These letters are abbreviations for the words Peace Be Upon Him which are the meaning of the Arabic expression ” ‘Alaihis Salam”, which is an expression that is said when the name of a prophet is mentioned. This expression is widely used by English speaking Muslims. It is to be noticed here that this expression does not give the full meaning of “Salla Allahu ‘Alaihi Wa Sallam”. Therefore it is recommended that people do not use (p.b.u.h.) after the name of prophet Muhammad (s.a.w.); they should use “Salla Allahu ‘Alaihi Wa Sallam” instead, or they may use the abbreviated form of (s.a.w) in writing. R RADHIALLAHU ‘ANHU This is an expression to be used by Muslims whenever a name of a companion of the Prophet Muhammad (s.a.w.) is mentioned or used in writing. The meaning of this statement is: “May Allah be pleased with him.” Muslims are taught to be respectful to the elderly and to those who contributed to the spread and success in Islam. They are to be grateful to the companions of the prophet (s.a.w.) for their sacrifices, their leadership, and their contributions. Muslims are advised to use this phrase when such names are mentioned or written. S SADAQALLAHUL ‘ADHEEM This is a statement of truth that a Muslim says after reading any amount of verses from the Qur’an. The meaning of it is: “Allah says the truth.” The Qur’an is the exact words of Allah in verbatim. When Allah speaks, He says the truth; and when the Qur’an is being recited, a Muslim is reciting the words of truth of Allah. Hence, he says: “Sadaqallahul ‘Azim.” SALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM When the name of Prophet Muhammad (saw) is mentioned or written, a Muslim is to respect him and invoke this statement of peace upon him. The meaning of it is: “May the blessings and the peace of Allah be upon him (Muhammad). Another expression that is alternatively used is: “Alaihissalatu Wassalam.” This expression means: “On Him (Muhammad) are the blessings and the peace of Allah.” Allah has ordered Muslims, in the Qur’an, to say such an expression. Muslims are informed that if they proclaim such a statement once, Allah will reward them ten times. S.A.W. These letters are abbreviations for the words “Salla Allahu ‘Alaihi Wa Sallam”. SUBHANAHU WA TA’ALA This is an expression that Muslims use whenever the name of Allah is pronounced or written. The meaning of this expression is: “Allah is pure of having partners and He is exalted from having a son.” Muslims believe that Allah is the only God, the Creator of the Universe. He does not have partners or children. Sometimes Muslims use other expressions when the name of Allah is written or pronounced. Some of which are: “‘Azza Wa Jall”: He is the Mighty and the Majestic; “Jalla Jalaluh”: He is the exalted Majestic. S.W.T. These letters are abbreviations for the words of “Subhanahu Wa Ta’ala”. W WA ‘ALAIKUM ASSALAM This is an expression that a Muslim is to say as an answer for the greeting. When a person greets another with a salutation of peace, the answer for the greeting is an answer of peace. The meaning of this statement is: “And upon you is the peace.” The other expressions are: ” Wa Alaikums Salam Wa Rahmatullah.” and “Wa ‘Alaikums Salam Wa Rahmatullahi Wa Barakatuh.” ————— If there’s an Islamic phrase/ word that’s not included above, feel free to share with us down in the comments below inshallah!! The more knowledge you give, the more rewards! Also please include the translation, and when its commonly used. I’m human, so if you’ve found I made a mistake, feel free to correct me. If you have any questions on any of the terms, don’t be shy to ask inshallah!! Jazakum Allahu Khair fi aman Allah w’salaam

Sabtu, 12 November 2011

all out love - westlife lyric

All Out Of Love lyrics

I'm lying alone with my head on the phone
Thinking of you till it hurts
I know you hurt too but what else can we do
Tormented and torn apart
I wish I could carry your smile and my heart
For times when my life seems so long
It would make me believe what tomorrow could bring
When today doesn't really know, doesn't really know

[Chorus:]
I 'm all out of love, I'm so lost without you
I know you were right believing for so long
I 'm all out of love, what am I without you
I can't be too late to say that I was so wrong

I want you to come back and carry me home
Away from this long lonely nights
I'm reaching for you, are you feeling it too
Does the feeling seem oh so right
And what would you say if I called on you now

And said that I can't hold on
There's no easy way, it gets harder each day
Please love me or I'll be gone, I'll be gone

[Chorus:]
I 'm all out of love, I'm so lost without you
I know you were right believing for so long
I 'm all out of love, what am I without you
I can't be too late to say that I was so wrong

Oh, what do you thinking of?
What do you thinking of?
Oh, what do you thinking of?
What are do thinking of?

[Chorus: 3x]
I 'm all out of love, I'm so lost without you
I know you were right believing for so long
I 'm all out of love, what am I without you
I can't be too late to say that I was so wrong

Sabtu, 23 Juli 2011

Pengertian Belajar dan Perubahan Perilaku dalam Belajar

Belajar merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dan berperan penting dalam pembentukan pribadi dan perilaku individu. Nana Syaodih Sukmadinata (2005) menyebutkan bahwa sebagian terbesar perkembangan individu berlangsung melalui kegiatan belajar. Lantas, apa sesungguhnya belajar itu ?
Di bawah ini disampaikan tentang pengertian belajar dari para ahli :
  • Moh. Surya (1997) : “belajar dapat diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh perubahan perilaku baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya”.
  • Witherington (1952) : “belajar merupakan perubahan dalam kepribadian yang dimanifestasikan sebagai pola-pola respons yang baru berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan dan kecakapan”.
  • Crow & Crow dan (1958) : “ belajar adalah diperolehnya kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan dan sikap baru”.
  • Hilgard (1962) : “belajar adalah proses dimana suatu perilaku muncul perilaku muncul atau berubah karena adanya respons terhadap sesuatu situasi”
  • Di Vesta dan Thompson (1970) : “ belajar adalah perubahan perilaku yang relatif menetap sebagai hasil dari pengalaman”.
  • Gage & Berliner : “belajar adalah suatu proses perubahan perilaku yang yang muncul karena pengalaman”
Dari beberapa pengertian belajar tersebut diatas, kata kunci dari belajar adalah perubahan perilaku. Dalam hal ini, Moh Surya (1997) mengemukakan ciri-ciri dari perubahan perilaku, yaitu :

1.   Perubahan yang disadari dan disengaja (intensional).
 Perubahan perilaku yang terjadi merupakan usaha sadar dan disengaja dari individu yang bersangkutan. Begitu juga dengan hasil-hasilnya, individu yang bersangkutan menyadari bahwa dalam dirinya telah terjadi perubahan, misalnya pengetahuannya semakin bertambah atau keterampilannya semakin meningkat, dibandingkan sebelum dia mengikuti suatu proses belajar. Misalnya, seorang mahasiswa sedang belajar tentang psikologi pendidikan. Dia menyadari bahwa dia sedang berusaha mempelajari tentang Psikologi Pendidikan. Begitu juga, setelah belajar Psikologi Pendidikan dia menyadari bahwa dalam dirinya telah terjadi perubahan perilaku, dengan memperoleh sejumlah pengetahuan, sikap dan keterampilan yang berhubungan dengan Psikologi Pendidikan.
2.  Perubahan yang berkesinambungan (kontinyu).
Bertambahnya pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki pada dasarnya merupakan kelanjutan dari pengetahuan dan keterampilan yang telah diperoleh sebelumnya. Begitu juga, pengetahuan, sikap dan keterampilan yang telah diperoleh itu, akan menjadi dasar bagi pengembangan pengetahuan, sikap dan keterampilan berikutnya. Misalnya, seorang mahasiswa telah belajar Psikologi Pendidikan tentang “Hakekat Belajar”. Ketika dia mengikuti perkuliahan “Strategi Belajar Mengajar”, maka pengetahuan, sikap dan keterampilannya tentang “Hakekat Belajar” akan dilanjutkan dan dapat dimanfaatkan dalam mengikuti perkuliahan “Strategi Belajar Mengajar”.
3.  Perubahan yang fungsional.
      Setiap perubahan perilaku yang terjadi dapat dimanfaatkan untuk kepentingan hidup individu yang bersangkutan, baik untuk kepentingan masa sekarang maupun masa mendatang. Contoh : seorang mahasiswa belajar tentang psikologi pendidikan, maka pengetahuan dan keterampilannya dalam psikologi pendidikan dapat dimanfaatkan untuk mempelajari dan mengembangkan perilaku dirinya sendiri maupun mempelajari dan mengembangkan perilaku para peserta didiknya kelak ketika dia menjadi guru.
4.         Perubahan yang bersifat positif.
      Perubahan perilaku yang terjadi bersifat normatif dan menujukkan ke arah kemajuan. Misalnya, seorang mahasiswa sebelum belajar tentang Psikologi Pendidikan menganggap bahwa dalam dalam Prose Belajar Mengajar tidak perlu mempertimbangkan perbedaan-perbedaan individual atau perkembangan perilaku dan pribadi peserta didiknya, namun setelah mengikuti pembelajaran Psikologi Pendidikan, dia memahami dan berkeinginan untuk menerapkan prinsip – prinsip perbedaan individual maupun prinsip-prinsip perkembangan individu jika dia kelak menjadi guru.
5.         Perubahan yang bersifat aktif.
      Untuk memperoleh perilaku baru, individu yang bersangkutan aktif berupaya melakukan perubahan. Misalnya, mahasiswa ingin memperoleh pengetahuan baru tentang psikologi pendidikan, maka mahasiswa tersebut aktif melakukan kegiatan membaca dan mengkaji buku-buku psikologi pendidikan, berdiskusi dengan teman tentang psikologi pendidikan dan sebagainya.
6.         Perubahan yang bersifat pemanen.
      Perubahan perilaku yang diperoleh dari proses belajar cenderung menetap dan menjadi bagian yang melekat dalam dirinya. Misalnya, mahasiswa belajar mengoperasikan komputer, maka penguasaan keterampilan mengoperasikan komputer tersebut akan menetap dan melekat dalam diri mahasiswa tersebut.
7.         Perubahan yang bertujuan dan terarah.
      Individu melakukan kegiatan belajar pasti ada tujuan yang ingin dicapai, baik tujuan jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang. Misalnya, seorang mahasiswa belajar psikologi pendidikan, tujuan yang ingin dicapai dalam panjang pendek mungkin dia ingin memperoleh pengetahuan, sikap dan keterampilan tentang psikologi pendidikan yang diwujudkan dalam bentuk kelulusan dengan memperoleh nilai A. Sedangkan tujuan jangka panjangnya dia ingin menjadi guru yang efektif dengan memiliki kompetensi yang memadai tentang Psikologi Pendidikan. Berbagai aktivitas dilakukan dan diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.
8.         Perubahan perilaku secara keseluruhan.
      Perubahan perilaku belajar bukan hanya sekedar memperoleh pengetahuan semata, tetapi termasuk memperoleh pula perubahan dalam sikap dan keterampilannya. Misalnya, mahasiswa belajar tentang “Teori-Teori Belajar”, disamping memperoleh informasi atau pengetahuan tentang “Teori-Teori Belajar”, dia juga memperoleh sikap tentang pentingnya seorang guru menguasai “Teori-Teori Belajar”. Begitu juga, dia memperoleh keterampilan dalam menerapkan “Teori-Teori Belajar”.
      Menurut Gagne (Abin Syamsuddin Makmun, 2003), perubahan perilaku yang merupakan hasil belajar dapat berbentuk :
  1. Informasi verbal; yaitu penguasaan informasi dalam bentuk verbal, baik secara tertulis maupun tulisan, misalnya pemberian nama-nama terhadap suatu benda, definisi, dan sebagainya.
  2. Kecakapan intelektual; yaitu keterampilan individu dalam melakukan interaksi dengan lingkungannya dengan menggunakan simbol-simbol, misalnya: penggunaan simbol matematika. Termasuk dalam keterampilan intelektual adalah kecakapan dalam membedakan (discrimination), memahami konsep konkrit, konsep abstrak, aturan dan hukum. Ketrampilan ini sangat dibutuhkan dalam menghadapi pemecahan masalah.
  3. Strategi kognitif; kecakapan individu untuk melakukan pengendalian dan pengelolaan keseluruhan aktivitasnya. Dalam konteks proses pembelajaran, strategi kognitif yaitu kemampuan mengendalikan ingatan dan cara – cara berfikir agar terjadi aktivitas yang efektif. Kecakapan intelektual menitikberatkan pada hasil pembelajaran, sedangkan strategi kognitif lebih menekankan pada pada proses pemikiran.
  4. Sikap; yaitu hasil pembelajaran yang berupa kecakapan individu untuk memilih macam tindakan yang akan dilakukan. Dengan kata lain. Sikap adalah keadaan dalam diri individu yang akan memberikan kecenderungan vertindak dalam menghadapi suatu obyek atau peristiwa, didalamnya terdapat unsur pemikiran, perasaan yang menyertai pemikiran dan kesiapan untuk bertindak.
  5. Kecakapan motorik; ialah hasil belajar yang berupa kecakapan pergerakan yang dikontrol oleh otot dan fisik.
Sementara itu, Moh. Surya (1997) mengemukakan bahwa hasil belajar akan tampak dalam :
  1. Kebiasaan; seperti : peserta didik belajar bahasa berkali-kali menghindari kecenderungan penggunaan kata atau struktur yang keliru, sehingga akhirnya ia terbiasa dengan penggunaan bahasa secara baik dan benar.
  2. Keterampilan; seperti : menulis dan berolah raga yang meskipun sifatnya motorik, keterampilan-keterampilan itu memerlukan koordinasi gerak yang teliti dan kesadaran yang tinggi.
  3. Pengamatan; yakni proses menerima, menafsirkan, dan memberi arti rangsangan yang masuk melalui indera-indera secara obyektif sehingga peserta didik mampu mencapai pengertian yang benar.
  4. Berfikir asosiatif; yakni berfikir dengan cara mengasosiasikan sesuatu dengan lainnya dengan menggunakan daya ingat.
  5. Berfikir rasional dan kritis yakni menggunakan prinsip-prinsip dan dasar-dasar pengertian dalam menjawab pertanyaan kritis seperti “bagaimana” (how) dan “mengapa” (why).
  6. Sikap yakni kecenderungan yang relatif menetap untuk bereaksi dengan cara baik atau buruk terhadap orang atau barang tertentu sesuai dengan pengetahuan dan keyakinan.
  7. Inhibisi (menghindari hal yang mubazir).
  8. Apresiasi (menghargai karya-karya bermutu.
  9. Perilaku afektif yakni perilaku yang bersangkutan dengan perasaan takut, marah, sedih, gembira, kecewa, senang, benci, was-was dan sebagainya.
    
Gaya Belajar
       Gaya belajar mengacu pada cara belajar yang lebih disukai pebelajar. Umumnya, dianggap bahwa gaya belajar seseorang berasal dari variabel kepribadian, termasuk susunan kognitif dan psikologis latar belakang sosio cultural, dan pengalaman pendidikan (Nunan, 1991: 168).
      Penelitian tentang metode mengajar yang paling sesuai ternyata semuanya gagal, karena setiap metode mengajar bergantung pada cara atau gaya siswa belajar, pribadi serta kesanggupannya. Biasanya dicari metode mengajar yang paling sesuai dengan siswa “rata-rata” yang sebenarnya khayalan belaka.
       Gaya belajar adalah kunci untuk mengembangkan kinerja dalam pekerjaan, di sekolah, dan dalam situasi-situasi antar pribadi. Ketika menyadari bahwa bagaimana seseorang menyerap dan mengolah informasi, belajar dan berkomunikasi menjadi sesuatu yang mudah dan menyenangkan.
Akhir – akhir ini timbul pikiran baru yakni bahwa mengajar itu harus memperhatikan gaya belajar atau “Learning Style”  siswa, yaitu cara ia bereaksi dan menggunakan perangsang-perangsang yang diterimanya dalam proses belajar.
    Para peneliti menemukan adanya berbagai gaya belajar pada siswa yang dapat digolongkan menurut kategori-kategori tertentu. Mereka berkesimpulan  bahwa :
  "Tiap murid belajar menurut cara sendiri yang kita sebut gaya belajar. Juga guru mempunyai gaya belajar masing-masing"

Kita dapat menemukan gaya belajar itu dengan instrument tertentu. Kesesuaian gaya mengajar dengan gaya belajar mempertinggi efektifitas belajar. Informasi tentang adanya gaya belajar yang berbeda-beda mempunyai pengaruh atas kurikulum, administrasi, dan proses mengajar belajar. Masalah ini sangat komplek, sulit, memakan waktu banyak, biaya yang sedikit, dan frustasi. 
      Secara umum, gaya belajar dapat dipetakan sebagai berikut:
1.   Gaya Belajar Siswa pada Permulaan belajar (Field Dependence x Field independence)
a.   Field dependence yaitu gaya belajar siswa yang mau memulai belajar apabila ada pengaruh atau perintah dari orang lain (orangtua/guru). Model gaya seperti ini berdampak pada kepatuhan terhadap perintah, atau akan melahirkan budaya otoriter.
b.   Field independence yaitu gaya belajar yang dilakukan secara mandiri, tanpa harus dipaksa orang lain. Gaya otonom ini atas dasar kepuasan, kebutuhan dan kesadaran yang tinggi bahwa belajar merupakan kewajiban yang harus dilakukannya sendiri.
2.   Gaya Belajar Siswa dalam Menerima Pelajaran
a.   Gaya Belajar Preceptive yaitu kecenderungan siswa dalam menerima pelajaran/informasi atau mengumpulkan informasi dalam belajar dilakukan dengan beraturan sebab akibat.
b.   Gaya belajar Receptive yaitu kecenderungan siswa dalam menerima pelajaran dilakukan dengan menerima informasi tanpa berusaha untuk membulatkan/mengorganisir konsep-konsep informasi yang diterimanya.
3.   Gaya Belajar Siswa dalam Menyerap Pelajaran
a.   Gaya Belajar Impulsif yaitu cara belajar siswa dalam menyerap pelajaran cenderung dengan cepat-cepat mengambil keputusan tanpa memikirkan secara mendalam untuk memahami konsep-konsep informasi yang telah diterimanya.
b.   Gaya Belajar Reflektif yaitu cara belajar siswa dalam menyerap pelajaran melalui pertimbangan, memikirkan semua kosep informasi yang telah diterimanya terlebih dahulu sebelum mengambil keputusan/dipahami.

4. Gaya Belajar Siswa dalam Memecahkan Pelajaran
a. Gaya Belajar Intuitif yaitu cara siswa memecahkan masalah/menjawab pertanyaan dilakukan hanya secara intuisi atau menurut perasaan saja.
b. Gaya belajar Sistematis yaitu cara siswa mengerjakan pertanyaan dengan melihat struktur masalahnya, mengumpulkan bahan, dan menetapkan alternatif jawaban yang paling tepat untuk menjawab masalah.
   Mengenal Jenis dan Gaya Belajar
      Setiap orang pasti memiliki gaya belajar yang berbeda-beda. Gaya belajar merupakan kebiasaan yang dilakukan seseorang untuk memahami, menghayati, mempraktikkan ilmu yang dipelajari. Munculnya gaya belajar pada diri seseorang, karena dorongan potensi atau kemampuan yang dominan pada dirinya yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan, kebiasaan, serta ilmu pengetahuan dan teknologi.
a.  Jenis Belajar
      Gaya Belajar Anda Visual, Auditori, atau Kinestetik ?
      Dalam buku Quantum Learning dipaparkan 3 modalitas belajar seseorang yaitu : “modalitas visual, auditori atau kinestetik (V-A-K). Walaupun masing2 dari kita belajar dengan menggunakan ketiga modlaitas ini pada tahapan tertentu, kebanyakan orang lebih cenderung pada salah satu di antara ketiganya”.
1.   Visual (belajar dengan cara melihat)
      Visual menurut Kamus Bahasa Indonesia yang berarti dapat dilihat dengan mata. Berarti gaya belajar visual merupakan gaya belajar dengan cara melihat.Lirikan keatas bila berbicara, berbicara dengan cepat. Bagi siswa yang bergaya belajar visual, yang memegang peranan penting adalah mata / penglihatan ( visual ), dalam hal ini metode pengajaran yang digunakan guru sebaiknya lebih banyak / dititikberatkan pada peragaan / media, ajak mereka ke obyek-obyek yang berkaitan dengan pelajaran tersebut, atau dengan cara menunjukkan alat peraganya langsung pada siswa atau menggambarkannya di papan tulis. Anak yang mempunyai gaya belajar visual harus melihat bahasa tubuh dan ekspresi muka gurunya untuk mengerti materi pelajaran. Mereka cenderung untuk duduk di depan agar dapat melihat dengan jelas. Mereka berpikir menggunakan gambar-gambar di otak mereka dan belajar lebih cepat dengan menggunakan tampilan-tampilan visual, seperti diagram, buku pelajaran bergambar, dan video. Di dalam kelas, anak visual lebih suka mencatat sampai detil-detilnya untuk mendapatkan informasi.
Ciri-ciri gaya belajar visual :
Ø  Bicara agak cepat
Ø  Mementingkan penampilan dalam berpakaian/presentasi
Ø  Tidak mudah terganggu oleh keributan
Ø  Mengingat yang dilihat, dari pada yang didengar
Ø  Lebih suka membaca dari pada dibacakan
Ø  Pembaca cepat dan tekun
Ø  Seringkali mengetahui apa yang harus dikatakan, tapi tidak pandai memilih kata-kata
Ø  Lebih suka melakukan demonstrasi dari pada pidato
Ø  Lebih suka musik dari pada seni
Ø  Mempunyai masalah untuk mengingat instruksi verbal kecuali jika ditulis, dan seringkali minta bantuan orang untuk mengulanginya

Strategi untuk mempermudah proses belajar anak visual :
1. Gunakan materi visual seperti, gambar-gambar, diagram dan peta.
2. Gunakan warna untuk menghilite hal-hal penting.
3. Ajak anak untuk membaca buku-buku berilustrasi.
4.Gunakan multi-media (contohnya: komputer dan video).
5. Ajak anak untuk mencoba mengilustrasikan ide-idenya ke dalam gambar.

2. Auditori (belajar dengan cara mendengar)
      Auditorial berasal dari kata audio yang berarti sesuatu yang berhubungan dengan pendengaran. Gaya belajar auditorial merupakan gaya belajar dengan cara mendengar. Lirikan kekiri/kekanan mendatar bila berbicara, berbicara sedang2 saja. Siswa yang bertipe auditori mengandalkan kesuksesan belajarnya melalui telinga ( alat pendengarannya ), untuk itu maka guru sebaiknya harus memperhatikan siswanya hingga ke alat pendengarannya. Anak yang mempunyai gaya belajar auditori dapat belajar lebih cepat dengan menggunakan diskusi verbal dan mendengarkan apa yang guru katakan. Anak auditori dapat mencerna makna yang disampaikan melalui tone suara, pitch (tinggi rendahnya), kecepatan berbicara dan hal-hal auditori lainnya. Informasi tertulis terkadang mempunyai makna yang minim bagi anak auditori mendengarkannya. Anak-anak seperi ini biasanya dapat menghafal lebih cepat dengan membaca teks dengan keras dan mendengarkan kaset.

Ciri-ciri gaya belajar auditori :
Ø  Saat bekerja suka bicara kepada diri sendiri
Ø  Penampilan rapi
Ø  Mudah terganggu oleh keributan
Ø  Belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang didiskusikan dari pada yang dilihat
Ø  Senang membaca dengan keras dan mendengarkan
Ø  Menggerakkan bibir mereka dan mengucapkan tulisan di buku ketika membaca
Ø  Biasanya ia pembicara yang fasih
Ø  Lebih pandai mengeja dengan keras daripada menuliskannya
Ø  Lebih suka gurauan lisan daripada membaca komik
Ø  Mempunyai masalah dengan pekerjaan-pekerjaan yang melibatkan Visual
Ø  Berbicara dalam irama yang terpola
Ø  Dapat mengulangi kembali dan menirukan nada, berirama dan warna suara

Strategi untuk mempermudah proses belajar anak auditori :
1. Ajak anak untuk ikut berpartisipasi dalam diskusi baik di dalam kelas maupun di dalam   keluarga.
2. Dorong anak untuk membaca materi pelajaran dengan keras.
3. Gunakan musik untuk mengajarkan anak.
4. Diskusikan ide dengan anak secara verbal.
5. Biarkan anak merekam materi pelajarannya ke dalam kaset dan dorong dia untuk mendengarkannya sebelum tidur.
3. Kinestetik (belajar dengan cara bergerak, bekerja dan menyentuh)
      Kinestetik berasal dari kata kinetik berarti gerak. Berarti gaya belajar kinestetik adalah gaya belajar belajar dengan gaya bergerak, bekerja, dan menyentuh (praktek langsung).Lirikan kebawah bila berbicara, berbicara lebih lambat. Anak yang mempunyai gaya belajar kinestetik belajar melalui bergerak, menyentuh, dan melakukan. Anak seperti ini sulit untuk duduk diam berjam-jam karena keinginan mereka untuk beraktifitas dan eksplorasi sangatlah kuat. Siswa yang bergaya belajar ini belajarnya melalui gerak dan sentuhan.
Ciri-ciri gaya belajar kinestetik :
Ø  Berbicara perlahan
Ø  Penampilan rapi
Ø  Tidak terlalu mudah terganggu dengan situasi keributan
Ø  Belajar melalui memanipulasi dan praktek
Ø  Menghafal dengan cara berjalan dan melihat
Ø  Menggunakan jari sebagai petunjuk ketika membaca
Ø  Merasa kesulitan untuk menulis tetapi hebat dalam bercerita
Ø  Menyukai buku-buku dan mereka mencerminkan aksi dengan gerakan tubuh saat membaca
Ø  Menyukai permainan yang menyibukkan
Ø  Tidak dapat mengingat geografi, kecuali jika mereka memang pernah berada di tempat itu
Ø Menyentuh orang untuk mendapatkan perhatian mereka Menggunakan kata-kata yang mengandung aksi
Strategi untuk mempermudah proses belajar anak kinestetik:
1. Jangan paksakan anak untuk belajar sampai berjam-jam.
2. Ajak anak untuk belajar sambil mengeksplorasi lingkungannya (contohnya: ajak dia baca sambil bersepeda, gunakan obyek sesungguhnya untuk belajar konsep baru).
3. Izinkan anak untuk mengunyah permen karet pada saat belajar.
4. Gunakan warna terang untuk menghilite hal-hal penting dalam bacaan.
5. Izinkan anak untuk belajar sambil mendengarkan musik.
      Gaya belajar dapat menentukan prestasi belajar anak. Jika diberikan strategi yang sesuai dengan gaya belajarnya, anak dapat berkembang dengan lebih baik. Gaya belajar otomatis tergantung dari orang yang belajar. Artinya, setiap orang mempunyai gaya belajar yang berbeda-beda. Bagaimana dengan gaya belajar Anda?
Menurut M. Gagne, seperti dalam karyanya “The Conditions of Learning”, jenis belajar dapat dikategorikan menjadi lima hal:
1.   Belajar Informasi Verbal. Yaitu belajar untuk memperoleh pengatahuan yang dimiliki dengan bentuk bahasa lisan atau tulisan. Misalnya, melalui Cap Nama seperti; buku, majalah, tabloid, dll. dan melalui data/fakta seperti kenyataan yang tertulis dalam Dasar Negara Indonesia (Pancasila), UUD 45, GBHN, dst.
      Kalau dihubungkan dengan teorinya Bloom, maka jenis belajar ini lebih mengarah pada pembentukan ingatan atau intelektual yang turut mempengaruhi cara pandang hidup seseorang. Informasi verbal mudah diterima/didapat melalui interaksi komunikasi dengan saluran-saluran yang tersedia seperti yang cakup di atas.
2.   Belajar Kemahiran Intelektual. Yaitu kemampuan untuk berhubungan dengan lingkungan disekitarnya melalui saluran persep, konsep, kaidah dan prinsip. Persep ialah hasil mental dari pengamatan terhadap objek/benda. Konsep ialah satuan arti yang mewakili sejumlah benda/objek yang memiliki ciri-ciri yang sama. Kaidah ialah pengungkapan dari hubungan antara beberapa konsep. Prinsip ialah kombinasi dari beberapa kaidah, yang lebih tinggi dan lebih kompleks.
3.   Belajar pengaturan kegiatan kognitif/intelektual. Yaitu kemampuan untuk mengatur kegiatan aktivitas inteleknya sendiri.
4.   Belajar ketrampilan motorik. Yaitu belajar yang melibatkan keterampilan, serangkaian gerakan tubuh secara terpadu.
5.   Belajar sikap. Yaitu belajar untuk melatih diri berperilaku/bersikap secara baik melalui pemahaman, penghayatan, dan pengamalan. 

Gaya Belajar Menurut Model Kolb
Keanekaragaman gaya belajar siswa perlu diketahui pada awal permulaannya diterima pada suatu lembaga pendidikan yang akan ia jalani. Hal ini akan memudahkan bagi pebelajar untuk belajar maupun pembelajar untuk mengajar dalam proses pembelajaran. Pebelajar akan dapat belajar dengan baik dan hasil belajarnya baik, apabila ia mengerti gaya belajarnya. Hal tersebut memudahkan pembelajar dapat menerapkan pembelajaran dengan mudah dan tepat     ( Kolb 1984 ).
Tanpa disadari dan direncanakan sebelumnya, setiap anak memiliki cara belajarnya sendiri. Mencoba mengenali “Gaya Belajar” anak, dan tentunya setelah guru mengenali “Gaya Belajar”nya sendiri, akan membuat proses belajar-mengajar jauh lebih efektif.
Dari sekian banyak teori atau temuan mengenai “Gaya Belajar”, dalam kesempatan ini kita akan membahas sebuah model yang dikemukakan oleh David Kolb (Styles of Learning Inventory, 1981).
David Kolb mengemukakan adanya empat kutub (a-d) kecenderungan seseorang dalam proses belajar, kutub-kutub tersebut antara lain:
a). Kutub Perasaan/FEELING (Concrete Experience)
Anak belajar melalui perasaan, dengan menekankan segi-segi pengalaman kongkret, lebih mementingkan relasi dengan sesama dan sensitivitas terhadap perasaan orang lain. Dalam proses belajar, anak cenderung lebih terbuka dan mampu beradaptasi terhadap perubahan yang dihadapinya.
b) Kutub Pemikiran/THINKING (Abstract Conceptualization)
Anak belajar melalui pemikiran dan lebih terfokus pada analisis logis dari ide-ide, perencanaan sistematis, dan pemahaman intelektual dari situasi atau perkara yang dihadapi. Dalam proses belajar, anak akan mengandalkan perencanaan sistematis serta mengembangkan teori dan ide untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya.
c) Kutub Pengamatan/WATCHING (Reflective Observation)
Anak belajar melalui pengamatan, penekanannya mengamati sebelum menilai, menyimak suatu perkara dari berbagai perspektif, dan selalu menyimak makna dari hal-hal yang diamati. Dalam proses belajar, anak akan menggunakan pikiran dan perasaannya untuk membentuk opini/pendapat.
d) Kutub Tindakan/DOING (Active Experimentation)
Anak belajar melalui tindakan, cenderung kuat dalam segi kemampuan melaksanakan tugas, berani mengambil resiko, dan mempengaruhi orang lain lewat perbuatannya. Dalam proses belajar, anak akan menghargai keberhasilannya dalam menyelesaikan pekerjaan, pengaruhnya pada orang lain, dan prestasinya.   
Menurut Kolb, tidak ada individu yang gaya belajarnya secara mutlak didominasi oleh salah satu saja dari kutub tadi. Yang biasanya terjadi adalah kombinasi dari dua kutub dan membentuk satu kecenderungan atau orientasi belajar. Empat kutub di atas membentuk empat kombinasi gaya belajar.
Pada model di atas, empat kombinasi gaya belajar diwakili oleh angka 1 hingga 4, dengan penjelasan seperti di bawah ini:
1. Gaya Diverger
Kombinasi dari perasaan dan pengamatan (feeling and watching). Anak dengan tipe Diverger unggul dalam melihat situasi kongkret dari banyak sudut pandang yang berbeda. Pendekatannya pada setiap situasi adalah “mengamati” dan bukan “bertindak”. Anak seperti ini menyukai tugas belajar yang menuntutnya untuk menghasilkan ide-ide (brainstorming), biasanya juga menyukai isu budaya serta suka sekali mengumpulkan berbagai informasi.
2. Gaya Assimillator
Kombinasi dari berpikir dan mengamati (thinking and watching). Anak dengan tipe Assimilator memiliki kelebihan dalam memahami berbagai sajian informasi serta merangkumkannya dalam suatu format yang logis, singkat, dan jelas. Biasanya anak tipe ini kurang perhatian pada orang lain dan lebih menyukai ide serta konsep yang abstrak, mereka juga cenderung lebih teoritis.
3. Gaya Converger
Kombinasi dari berfikir dan berbuat (thinking and doing). Anak dengan tipe Converger unggul dalam menemukan fungsi praktis dari berbagai ide dan teori. Biasanya mereka punya kemampuan yang baik dalam pemecahan masalah dan pengambilan keputusan. Mereka juga cenderung lebih menyukai tugas-tugas teknis (aplikatif) daripada masalah sosial atau hubungan antar pribadi.
4. Gaya Accomodator.
Kombinasi dari perasaan dan tindakan (feeling and doing). Anak dengan tipe Accommodator memiliki kemampuan belajar yang baik dari hasil pengalaman nyata yang dilakukannya sendiri. Mereka suka membuat rencana dan melibatkan dirinya dalam berbagai pengalaman baru dan menantang. Mereka cenderung untuk bertindak berdasarkan intuisi / dorongan hati daripada berdasarkan analisa logis. Dalam usaha memecahkan masalah, mereka biasanya mempertimbangkan faktor manusia (untuk mendapatkan masukan / informasi) dibanding analisa teknis.
Menyimak berbagai gaya belajar di atas, sebagai guru perlu kiranya kita tetap sensitif terhadap strategi belajar kita sendiri, yang mungkin sama atau sama sekali berbeda dengan orientasi belajar peserta didik di kelas. Perbedaan itu dapat menimbulkan kesulitan dalam kegiatan belajar-mengajar (dalam interaksi, komunikasi, kerjasama, dan penilaian).
Jika mengajar kita pahami sebagai kesempatan membantu peserta didik untuk belajar, maka kita harus berusaha membantu mereka memahami “Style of Learning”nya, dengan tujuan meningkatkan segi-segi yang kuat dan memperbaiki sisi-sisi yang lemah dari padanya.

Model ini juga didasarkan atas psikologi Jung menurut model ini belajar berlangsung melalui empat fase atau tahap.
  1. Individu Memperoleh pengalaman langsung yang konkrit
  2. Kemudian ia mengmbangkan observasinya dan memikirkan atau merefleksikannya
  3. Dari itu dibentuk Generalisasi dan abstraksi
  4. Implikasi yang diambilnya dari konsep-konsep itu dijadikannya penerapan sebagai pegangannya dalam menghadapi pengalaman-pengalaman baru